Artikel ini didasarkan pada permasalahan bangsa yang kompleks dan fundamental, yang diindikasikan oleh hilangnya moralitas, sehingga berdampak pada budaya korupsi secara masif. Korupsi di Indonesia merupakan penyakit akut yang harus segera diangkat dari bumi pertiwi ini. Mengobati penyakit akut ini bukanlah perkara mudah, akan tetapi bukan berarti penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan. Hal utama yang dilakukan dalam proses penyembuhan penyakit yang telah akut adalah menemukan akar atau sumber timbulnya penyakit tersebut.
Dengan menggali nilai-nilai moral yang ada didalam tradisi Sedekah Bumi di Desa Kertayu Kecamatan Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin. diharapkan mampu menemukan konsep perlawanan terhadap perilaku koruptif berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal di Desa Kertayu Musi Banyuasin. Tradisi sedekah bumi atau sedekah lemang menunjukkan bahwa pencegahan korupsi harus senantiasa merujuk pada prinsip yaitu kerja keras, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan rasa syukur. Nilai-nilai inilah harus diperkuat dan diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mampu membangun mentalitas budaya anti korupsi pada level individu, sosial, bangsa.
Kearifan Lokal dan Antikorupsi
Membangun karakter baik individu, keluarga dan sosial melalui kearifan lokal sangat dibutuhkan, pembangunan karakter bangsa dapat ditempuh dengan cara mentranspormasikan nilai-nilai tradisional yang terjalin lama secara turun temurun dari nenek moyang bagi praktik-praktik lokal yang dijalankan oleh masyarakat.
Karena kearifan lokal yang menjadi tradisi di dalamnya terkandung nilai religi, nilai estetika, nilai moral, gotong royong dan toleransi.
Secara Etimologi karifal lokal (lokal wisdom) terdiri dari dua kata yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local) yang berarti kearifan lokal diantaranya kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) dan kecerdasan setempat (local genious). Robert Sibrani juga mengungkapkan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Keraf (2002), kearifan lokal mencakup semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun prilaku manusia dalam kehidupannya dalam komunitas ekologis.
Dengan demikian kearifan lokal dapat menjadi pedoman masyarakat untuk bersikap dan bertindak dalam konteks kehidupan sehari-hari, karena kearifan lokal memiliki ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Adapun kearifan lokal yang dimaksud disini adalah nilai-nilai yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Musi Banyuasin. Nilai-nilai tersebut dimuliakan oleh nenek moyang (leluhur) mereka sejak dulu, kemudian diwariskan dari generasi ke generasi secara turun temurun hingga sekarang.
Sedangkan antikorupsi berasal dari kata anti dan korupsi, arti anti menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) yakni melawan, menentang dan memusuhi. Korupsi adalah berasal dari bahasa Latin corruptio berarti tindakan merusak atau menghancurkan.
Dari pengertian diatas bahwa antikorupsi merupakan semua tindakan, perkataan atau perbuatan yang menentang dan memusuhi korupsi dan segala macam bentuknya. Seperti kita ketahui bersama bahwa tindakan korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang menyengsarakan rakyat.
Kearifan lokal merupakan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma baik kejujuran, sosial, agama dan hukum. Sangat bertentangan dengan prilaku yang menghancurkan peradaban bangsa, menghancurkan perekonomian dan mentalitas suatu bangsa terutama kepada generasi muda.
Untuk itu kearifan lokal di daerah dalam hal ini tradisi sedekah bumi masyarakat Musi Banyuasin dianggap mampu mencegah dan menghambat semua bentuk korupsi dan prilaku koruptif.
Tradisi Sedekah Bumi Mencegah Korupsi
Sedekah bumi adalah tradisi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang telah dilimpahkan oleh yang maha kuasa, setelah panen ladang berpindah. Sedekah bumi atau sedekah rami dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat desa kertayu Kecamatan sungai keruh, tempat pelaksanaan sedekah bumi ini ditempat lapangan terbuka.
Sedekah bumi atau sedekah rami adalah tradisi nenek moyang (leluhur) masyarakat Musi Banyuasin di desa kertayu, secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal suku Melayu sekayu dalam menghadapi dinamika kehidupan yang penuh tantangan.
Tradisi suku melayu sekayu sedekah bumi mempunyai nilai-nilai moral, etika dan religi untuk membangun dan memperkokoh dalam mencegah korupsi, nilai-nilai utama seperti :
1. Kerja Keras
Kerja keras merupakan syarat untuk dapat melaksanakan tradisi sedekah bumi. Nilai ini dituntut setiap Individu otot kuat dan badan sehat dalam usaha membuka lahan hutan atau ladang kering. Prilaku atau sikap yang sungguh-sungguh dalam mengatasi beberbagai hambatan serta menyelesaikan tugas sebaik-baiknya (Yaumi.2016). Nilai kerja keras sangat bertentangan dengan orang pemalas, tidak ada usaha, menghabiskan waktu sia-sia. Nilai-nilai ini merupakan cerminan masyarakat melayu Sekayu dimanapun mereka berada maupun bekerja. Kegigihan dan pantang menyerah sudah menjadi prinsip orang melayu Sekayu.
Bukan hanya bagi masyarakat melayu Sekayu kerja keras merupakan kunci keberhasilan hidup seseorang. Pesan kerja keras dalam tradisi sedekah bumi meliputi. Dalam hal pertanian, kejujuran dalam bekerja dengan tidak menyerobot tanah milik orang walau sejengkal. Kemudian berhati yang baik dan pikiran lurus dalam bahasa sekayu (baik ati). Bekerja dengan pikiran dan hati yang baik sehingga tercermin keikhlasan, demi tegaknya harkat dan martabat.
2. Gotong Royong
Nugal merupakan tradisi gotong royong yang kini masih dipertahankan oleh masyarakat melayu sekayu. Nugal adalah melubangi tanah dengan alat yang lancip diujung bawah. Lubang tanah itu nanti akan ditaburi benih padi. Nugal dilakukan setelah lahan yang kering dibersihkan untuk berladang. Tradisi ini oleh masyarakat melayu sekayu dilakukan bersama-sama secara turun temurun. Filosofis tradisi nugal ini adalah mempunyai nilai gotong royong.
Gotong royong sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena adanya bantuan dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok sehingga didalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai satu kesatuan (Sudrajat.2014). Prinsip gotong royong inilah kebiasaan masyarakat melayu sekayu untuk saling tolong menolong dalam berladang dihutan kering, semua bergerak dan saling membantu.
Dari nilai gotong royong nugal mencerminkan bahwa terdapat pesan adalah kebersamaan, mempermudah pekerjaan, mempererat ikatan kekeluargaan antar warga serta menghemat anggaran dalam pembangunan fisik berladang dihutan kering. Sebab biaya yang tadinya untuk tenaga kerja akan berkurang karena kegiatan nugal tersebut dilakukan secara bersama-sama.
3. Kesetiakawanan Sosial
Pada pelaksanaan tradisi sedekah bumi, setiap rumah penduduk suku melayu sekayu di desa kertayu memasak beras ketan didalam bambu kemudian dibakar yang biasa disebut melemang. Setiap rumah memasak lemang berdasarkan jumlah keluarga dan hewan ternak berkaki empat. Lemang kemudian diserahkan ke ketua adat setempat, setelah itu dibagikan kepada warga.
Lemang merupakan makanan adat yang mempunyai nilai budaya luhur di Indonesia. Lemang simbol perekat, kepedulian serta memperkokoh hubungan antar sesama masyarakat. Oleh karena itulah sedekah bumi masyarakat suku melayu sekayu disebut juga sedekah lemang.
Sedekah lemang masyarakat melayu sekayu ini mempunyai nilai kesetiakawan sosial, karena tujuan membuat lemang untuk dibagi-bagikan kepada semua warga yang hadir. Nilai kepedulian sosial yang ada dalam tradisi masyarakat melayu sekayu inilah diyakini mampu mencegah perilaku-perilaku koruptif yang bertentangan dengan nilai kesetiakwanan sosial dalam tradisi sedekah bumi atau sedekah lemang.
4. Kerukunan
Didalam kearifan lokal tradisi sedekah bumi pada masyarakat melayu sekayu terdapat nilai kerukunan, seperti pada saat pelaksanaan upacara adat, warga desa Kertayu mengajak semua keluarga yang di perantauan untuk berkumpul layaknya merayakan lebaran. Sahabat, warga desa tetangga bahkan kecamatan lain turut diundang. Dengan maksud kebersamaan merayakan upacara adat sedekah bumi dengan simbol berbagi lemang.
Nilai kerukunan ini telah melekat sejak lama pada masyarakat melayu sekayu yang suka kebersamaan, kedamaian. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa kerukunan merupakan kesepakatan masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan keragaman dalam kehidupan sosial, baik budaya, etnis maupun agama untuk mencapai tujuan bersama.
Suasana persaudaraan antar warga terlihat jelas acara tradisi sedekah bumi, hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran.
5. Rasa Syukur
Tradisi sedeah bumi atau sedekah lemang merupakan perwujudan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan Tuhan Yang Esa Allah subhanahu wata’ala dan rezeki melalui bumi berupa segala bentuk hasil bumi. juga diartikan sebagai sarana memanjatkan do’a agar selalu diberikan keselamatan dan dijauhkan dari bencana.
Dalam Al-Qur’an surat (Ibrahim:7) Allah SWT berfirman barang siapa bersyukur atas nikmat ku niscaya akan aku tambah, dan barang siapa yang kufur atas nikmatku azabku sangat pedih. Nilai syukur dalam tradisi sedekeh bumi terdapat tiga makna : pertama, bersyukur atas rezeki dari hasil panen, kedua, memanjatkan do’a agar terhindar dari musibah dan bencana, ketiga, bentuk syukur dengan menerima hasil panen merasa cukup atas hasil yang diusahakan selama ini.
Ungkapan rasa syukur membuktikan bahwa tradisi ini memiliki tempat dihati masyarakat dan menjadi identitas sehingga terbentuk karakter jati diri yang patut dilestarikan.
Kesimpulan
Anti korupsi merupakan sikap mencegah, menghambat dan memusuhi korupsi, karena korupsi dan prilaku koruptif sangat bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan tradisi yang dianut masyarakat melayu sekayu. Akar penyebab korupsi berawal dari nafsu jahat, pragmatisme, memperkaya diri sendiri sehingga melahirkan prilaku curang, serakah dan materialistis (kecintaan terhadap materi yang berlebihan. Korupsi berawal dari batin yang kotor, terakumulasi menjadi sifat buruk.
Nilai-nilai yang ada dalam tradisi masyarakat melayu sekayu ini mesti di tegakkan karna sejalan dengan nilai luhur bangsa Indonesia yang bermartabat dan berintegritas, yakni nilai kearifan lokal berupa, kerja keras, gotong royong, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan rasa syukur. Nilai kearifan lokal inilah yang dapat dijadikan landasan dalam agenda membangun mental antikorupsi.
Mentranspormasi nilai-nilai tersebut diyakini mampu menjadikan pengendalian diri untuk menghindari perilaku menyimpang dari budaya luhur. Oleh karena itu, penanaman nilai – nilai ini dapat bergerak secara efektif dan simultan terhadap perubahan struktural atau perubahan yang mendasar. Sehingga akhirnya terjadi perubahan mentalitas mulai dari level individu, sosial dan nasional.
Oleh : Ibrahim. S. Sos. I
Selasa, (20/08/2024)